Pengangguran



Pengertian Pengangguran
Secara umum, pengangguran didefinisikan sebagai ketidak mampuan angkatan kerja (labor force) untuk memperoleh pekerjaan sesuai yang mereka butuhkan dan mereka inginkan. Dengan kata lain, pengangguran merujuk pada situasi atau keadaan dimana seseorang menghadapi ketiadaan kesempatan.[1]
Jenis-Jenis Pengangguran
Berdasarkan kepada faktor-faktor yang menimbulkannya, pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga jenis: pengangguran konjungtor, pengangguran struktural, dan pengangguran normal atau pengangguran friksional. Ketiga jenis pengangguran ini dapat dikelompokkan sebagai pengangguran terbuka, yaitu dalam periode di mana tenaga kerja menganggur tidak melakukan sesuatu pun pekerjaan.
a.      Pengangguran Konjungtur
Pengangguran konjungtur adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan dalam tingkat kegiatan perekonomian. Pada waktu kegiatan ekonomi mengalami kemunduran, perusahaan harus mengurangi kegiatan produksinya. Hal itu, berarti jam kerja dikurangi, sebagian mesin produksi tidak digunakan dan sebagian tenaga kerja dihentikan. Dengan demikian kemunduran ekonomi akan menaikkan jumlah dan tingkat pengangguran. Apabila kemunduran ekonomi terus berlangsung, tidak dapat menyerap pertambahan tenaga kerja, pengangguran konjungtur akan terus bertambah.
Untuk mengatasi pengangguran konjungtur bukan saja kebijakan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi, tetapi harus pula berusaha untuk menyediakan kesempatan kerja untuk tenaga kerja yang baru memasuki pasaran tenaga kerja. Penangguran konjungtur hanya bisa diatasi masalahnya apabila perutumbuhan ekonomi yang berlaku setelah kemunduran ekonomi adalah cukup teguh dan dapat menyediakan kesempatan kerja baru yang lebih besar dari pertambahan tenaga kerja yang berlaku.
b.      Pengangguran Struktural
Pengangguran struktural adalah pengangguran yang diakibatkan perubahan struktur dan kegiatan ekonomi sebagai akibat dari perkembangan ekonomi yang dapat menimbulkan masalah pengangguran. Ada dua kemungkinan yang menyebabkan pengangguran struktural: (i) sebagai akibat dari kemerosotan permintaan, atau (ii) sebagai akibat dari semakin canggihnya teknik memproduksi.
Contoh pengangguran struktural sebagai akibat dari kemerosotan permintaan adalah pengangguran pyang berlaku di kalangan tukang jahit dan tukang sepatu tradisional sebagai akibat berkembangnya industry garmen dan sepatu modern. Para  konsumen lebih memilih membeli baju dan sepatu yang siap pakai tidak lagi memesan di tukang jahit dan tukang sepatu. Mereka menghadapi masalah kekurangan permintaan dan lebih banyak menganggur daripada kerja.
Contoh pengangguran struktural yang diakibatkan penggunaan mesin canggih, atau pengangguran teknologi antara lain dapat dilihat pada pembangunan jalan raya. Penggunaan mesin berat ini akan mengurangi tenaga manusia yang diperlukan dalam kegiatan membangun jalan raya. Untuk menghindari pengangguran seperti ini, di Indonesia pengguanaan mesin-mesin berat untuk membangun jalan raya dibatasi.
c.       Pengangguran Normal
Apabila dalam suatu periode tertentu perekonomian terus menerus mengalami perkembangan yang pesat, jumlah dan tingkat pengangguran akan menjadi semakin rendah. Pada akhirnya perekonomian dapat mencapai pada tingkat penggunaan tenaga kerja penuh, yaitu apabila pengangguran tidak melebihi dari empat persen. Pengangguran yang berlaku dinamakan pengangguran normal. Segolongan ahli ekonomi menggunakan istilah pengangguran friksional atau pengangguran mencari sebagai ganti istilah pengangguran normal.
Pengangguran normal bukanlah wujud sebagai akibat dari ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan, tetapi akibat dari keinginan untuk mencari kerja yang lebih baik. Salah satu keadaan yang akan timbul adalah: para pekerja di kegiatan-kegiatan yang cepat berkembang akan menuntut kenaikan gaji. Disamping itu akan didapati pula keadaan dimana segolongan tenaga kerja, buruh kasar ataupun tenaga ahli dan tenaga professional akan meninggalkan kerjanya yang lama dan mencari kerjaan baru yang lebih baik masa depannya dan memberikan pendapatan yang lebih tinggi. Dalam proses mencari kerja yang lebuh baik tersebut adakalanya mereka harus menganggur. Akan tetapi pengangguran ini tidak serius karena is bersifat sementara.
Disamping itu di negara berkembang seperti negara Indonesia didapati beberapa bentuk pengangguran lain, yaitu: (i) pengangguran tersembunyi, (ii) pengangguran musiman dan (iii) setengah menganggur.
(i)     Pengangguran Tersembunyi
Apabila dalam suatu kegiatan perekonomian jumlah tenaga kerja sangat berlebihan pengangguran tersembunyi atau pengangguran tak ketara dapat berlaku. Kelebihan tenaga kerja dan penganggura tersembunyi di sector pertanian banyak berlaku di negara berkembang. Jumlah penduduk yang sudah terlalu besar dan diikuti pula oleh perkembangan penduduk yang sangat cepat, menyebabkan rasio (perbandingan) di antara tenaga kerja di negara-negara tersebut sangat kecil sekali.
Kesulitan mencari kerja di sektor lain menyebabkan tenaga kerja yang bertambah dari tahun ke tahun tetap tinggal di sektor pertanian yang sudah sangat padat penduduknya. Tenaga kerja yang bertambah tersebut tidak menimbulkan pertambahan yang berarti pada tingkat produksi di sektor pertanian. Dengan demikian sebagian dari tenaga kerja yang berada di sektor pertanian adalah tidak produktif dan dapat dipindahkan ke sektor lain tanpa mengurangi produksi di sektor pertanian.
(ii)   Pengangguran Musiman
Yang dimaksudkan dengan pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi pada waktu-waktu tertentu di dalam satu tahun. Biasanya pengangguran seperti itu berlaku pada waktu-waktu di mana kegiatan bercocok tanam sedang menurun kesibukannya. Waktu diantara menuai dan masa menanam berikutnya, dan periode antara sesudah menanam bibit dan masa mengutip hasilnya adalah masa kurang sibuk dalam kegiatan pertanian. Di dalam periode tersebut banyak di antara para petani dan tenaga kerja di sektor pertanian tidak melakukan sesuatu pekerjaan (menganggur). Tetapi pengangguran itu adalah untuk sementara saja dan berlaku dalam waktu-waktu tertentu. Oleh karena itu dinamakan pengangguran musiman.
(iii)  Setengah Menganggur
Kelebihan penduduk di sektor pertanian di negara-negara berkembang yang disertai oleh pertambahan penduduknya yang cepat dari tahun ke tahun, telah menimbulkan percepatan arus urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota). Salah satu tujuan utama dari migrasi adalah untuk mencari pekerjaan di kota. Tetapi migrasi itu lebih cepat dari kemampuan kota-kota di negara berkembang untuk menyediakan pekerjaan-pekerjaan baru. Sebagai akibatnya, tidak semua orang yang berhijrah ke kota mendapat pekerjaan. Banyak di antara mereka yang harus menganggur di waktu yang lama.
Di samping itu, ada pula yang mendapat pekerjaan, tetapi jam kerjanya setiap hari/minggu adalah jauh lebih rendah dari jumlah jam kerja yang seharusnya dilakukan seseorang dalam masa tersebut (7 jam sehari atau 40 jam seminggu). Tenaga kerja yang bekerja dalam jumlah jam kerja yang terbatas itu tidak dapat dianggap sebagai sepenuhnya bekerja. Tetapi mereka bukanlah penganggur. Oleh sebab itu mereka digolongkan sebagai setengah menganggur atau under employment. Masalah pengangguran ini banyak dijumpai di sektor informal.[2]
Penyebab Pengangguran
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran,produktivitas dan pendapatan masyarakat berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan. Adapun penyebab pengangguran diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Pertumbuhan penduduk yang tinggi
Pertumbuhan penduduk yang tinggi menjadi masalah pembangunan yang serius apabila penduduk tersebut tidak memiliki keahlian dan perekonomian tidak mampu menyerapnya dipasar tenaga kerja. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan kemampuan perekonomian menyediakan lapangan pekerjaan akan menyebabkan pengangguran.
2.      Rendahnya laju investasi produktif
Rendahnya investasi di negara berkembang merupakan salah satu penyebab rendahnya kesempatan kerja yang tersedia bagi yang masyarakat. Meskipun sumber daya alam yang dimiliki melimpah, tetapi kapasitas produksi dan sumber daya yang ada belum digunakan secara penuh (underemployment) sehingga terjadi idle capacity.
3.      Rendahnya kualitas pendidikan masyarakat
Pengangguran dapat terjadi karena masyarakat tidak mampu memanfaatkan kesempatan tenaga kerja yang tersedia. Ketidakmampuan dalam memanfaatkan kesempatan kerja tersebut, salah satunya disebabkan oleh ketidaksesuaian keahlian yang dibutuhkan dengan keahlian tenaga kerja yang miliki.
Di sebagian negara berkembang, rendahnya keahlian angkatan kerja dikarenakan rendahnya kualitas pendidikan yang diperoleh masyarakat. Dengan demikian, kesempatan kerja yang tersedia itu akan dimanfaatkan oleh tenaga kerja yang berasal dari luar daerah tersebut,atau bahkan dari luar negeri . Pengangguran yang terjadi disebabkan karena rendahnya kualitas pendidikan dari angkatan kerja yang bersangkutan, maka cara mengatasinya adalah dengan cara meningkatkan kualitas pendidikan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun jalur peendidikan non formal.
4.      Strategi industri yang labor saving
Kemajuan teknologi yang terjadi di satu sisi mengakibatkan meningkatnya jumlah output yang mampu dihasilkan dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, kemajuan kadang juga diikuti dengan penghematan penggunaan tenaga kerja (labor saving) pada suatu proses produksi dan menggunakan modal secara intensif (capital intensive) yang pada akhirnya menimbulkan pengangguran.[3]
5.      Pengusaha mengejar keuntungan dengan sistem pegawai kontrak (outsourcing)
Perusahaan-perusahaan saat ini lebih sering menerapkan sistemtersebut karena dinilai menguntungkan mereka. Apabila mempunyai pegawai tetap, mereka akan dibebankan pada biaya tunjangan ataupun dana pensiun kelak ketika pegawai sudah lagi tidak bekerja.
Namun dengan sistem pegawai kontrak ini, mereka bisa seenaknya mengambil pegawainya ketika butuh atau sedang ada proyek besar dan kemudian membuangnya lagi setelah proyek tersebut sudah berakhir. Dan tentunya hal ini akan membuat perusahaan tidak perlu membuang biaya besar. Namun sistem ini membuat munculnya pengangguran.[4]

Dampak Pengangguran
Apabila tingkat pengangguran tinggi, banyak sumber daya terbuang percuma dan pendapatan masyarakat berkurang. Dalam masa-masa seperti itu, tekanan-tekanan ekonomi menjalar ke mana-mana, sehingga mempengaruhi emosi masyarakat maupun kehidupan rumah tangga.
1.      Dampak Ekonomis
Masyarakat sangatlah mendambakan tersedianya banyak lapangan pekerjaan, karena keadaan seperti ini berarti dapat dihasilkannya output yang tinggi dan diperolehnya pendapatan yang tinggi pula. Disamping itu, banyak kelompok masyarakat menganggap bekerja itu mempunyai nilai tersendiri. Jika angka pengangguran tinggi, maka akan banyak output yang hilang, pendapatan menurun, dan masyarakat menderita batin, karena hilangnya rasa harga diri.
2.      Dampak Sosial
Meskipun beban ekonomis dari pengangguran itu amat tinggi, akan tetapi tidak ada angka rupiah yang dapat menggambarkan secara pasti beban perasaan, sosial, dan psikologis dari pengangguran yang tidak diinginkan tersebut.[5]
Cara mengatasi pengangguran
Pertama, pemerintah hendaknya menjalin kerjasama sengan swasta untuk mencari jalan keluar yang lebih baik.
Kedua, alternatif yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi jumlah pengangguran yang terus meningkat itu antara lain, pembenahan sektor pendidikan.
Ketiga, pendorongan motivasi masyarakat untuk berwiraswasta pada berbagai bidang yang memiliki prospek perkembangan.
Keempat, mengurangi pertumbuhan penduduk yang terlalu tinggi, karena tingginya pertumbuhan penduduk akan mengakibatkan burden of dependency ratio yang tinggi pula.[6]


[1] Suparmono, Pengantar Ekonomika Makro, Unit penerbit dan percetakan (UPP) AMP YKPN, ed ke-1,Yogyakarta, 2004, hlm. 164
[2] Sandono Sukirno, Pengantar Teori MakroEkonomi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 294-300
[3] Op.Cit, Suparmono, hlm. 166-168
[5] Paul, William, Makro Ekonomi, Edisi 14, Erlangga, Jakarta, 1992, hlm. 288-289
[6] Op.Cit, Suparmono, hlm. 175

Comments

Popular Posts